BOOK REVIEW
Judul :
Filsafat Islam
Pengarang :
Drs. Sudarsono, SH. M.Si.
Penerbit :
Rineka Cipta
Cetakan ke :
Cet. 2
Tahun terbit :
2004
Jumlah halaman : ix
+ 161 hlm. ; 23,5 cm.
Kertas isi :
HVS
Cover :
Soft
Rina Uyun Solikhah
A.
PENDAHULUAN
Bertolak dari
makna filsafat itu sendiri maka buku ini menguraikan
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang maha luas dalam agama islam sebagai agama
wahyu yang terakhir di turunkan ke bumi.
Kebijaksanan-kebijaksanaan
dalam artian filsafat islam adalah meliputi segala sesuatu yang ada di
kehidupan alam fana dan alam baka. Sehingga adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan
ini manusia di angkasa raya atau langit akan manoleh kebahagiaan dan
keselamatan dunia dan akhirat.
Buku filsafat islam ini menguraikan masalah islam dari segi
filosofis yang tentunya akan memberikan tambahan pengetahuan dan pengertian
tentang islam.
Filsafat Islam
sebagai bagian tidak terpisahkan dari khazanah pemikiran Islam, baik dari aspek
konten maupun sejarah perkembangannya, sesungguhnya bukan suatu yang sederhana.
Banyak aspek dan hubungan yang harus dipahami, dijelaskan, dan diuraikan.
Ketidaktelitian dalam mencermati, memilih, dan memilah persoalan inilah yang
sering menyebabkan kita salah dalam menilai dan mengambil tindakan. Adanya
sikap yang anti-filsafat di sebagian kalangan umat Islam atau anggapan bahwa
filsafat Islam tidak lain adalah jiplakan dari Yunani, salah satu sebabnya
adalah karena adanya kekurang telitian tersebut.
Tulisan ini
mencermati persoalan tersebut, berkaitan dengan akar atau sumber-sumber
penalaran rasional dalam islam yang dari sana kemudian berkembang menjadi
sebuah sistem pemikiran logis dan filosofis.
B.
FILSAFAT ISLAM
Buku Filsafat
Islam karya Sudarsono ini terdiri dari tiga belas bagian. Pembahasan buku ini
diawali dengan penjelasan mengenai perkembangan pemikiran pada masa ilmu kalam.
Pada masa ini melahirkan beberapa golongan di antaranya: Khawarij, Mu’tazilah,
Ahlu sunah wal jama’ah yang terbagi menjadi aliran asy’ariyah dan aliran
maturidiyah, dan satu golongan terakhir adalah syiah yang terbagi menjadi tiga
yaitu: Imamiah, Zaisiyah, dan Islamiyah.
Selanjutnya dalam
buku ini menjelaskan tentang tokoh-tokoh Filsuf Islam di antaranya adalah
Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Ar-Razi, Al-Ghazali, Ibnu Bajjah, Ibnu Thufail,
Ibnu Maskawih, Ibnu Rusyid, Mohammad Iqbal.
Dalam bab dua ini
penulis memaparkan biografi Al-kindi dan karyanya. Pandangan Al-kindi tentang
Filsafat Islam yakni “ Filsafat adalah ilmu tentang kebenaran atau ilmu yang
termulia dan tertinggi martabatnya”. Pengarang juga memaparkan pemikiran
Al-Kindi tentang unsur-unsur pemikiran yang mempenngaruhi fislafatnya: 1).
Pemikiran Pitagoras tentang matematika sebagai jalan ke arah filsafat 2).
Pemikiran Aristoteles dalam fisika-fisikanya dan metafisika dan berbeda
pendapat mengenai qadimnya alam/ kekalnya alam 3). Pemikiran Plato dan
Aristoteles dalam etikanya 4). Pemikiran Plato dalam kejiwaanya 5). Wahyu dan
Imam (ajaran-ajaran agama) dalam hubungannya dengan Tuhan dan sifat-sifat-Nya
6). Pemikiran Mu’tazilah dalam menekan rasio dan menafsirkan ayat-ayat Al-quran.
Pemikiran Al-Kindi
tentang metafisika lebih di titikberatkan kepada masalah hakikat Tuhan,
bukti-bukti, dan sifat Tuuhan. Menurutnya Tuhan adalah wujud yang hak (benar),
yang bukan asalnya tidak ada menjadi ada, Ia selalu mustahil tiada ada, Ia akan
selalu ada dan selalu ada. Jadi menurut Al-Kindi Tuhan adalah wujud sempurna
yang tidak didahului oleh wujud yang lain, tidak berakhir wujud-Nya dan tidak
ada kecuali dengannya.
Dalam buku lain
juga memaparkan tiga jalan untuk membuktikan adanya Tuhan, menurut pandangan
Al-Kindi yaitu: 1). Tidak mungkin ada benda yang ada dengan sendirinya, jadi
wajib ada yang menciptaknnya dari ketiadaan dan pencipta itulah Tuhan 2). Dalam
alam tidak mungkin ada keragaman tanpa keseragaman atu keseragaman
bersama-sama, bukanlah karena kebetulan, tetapi karena sesuatu sebab. Sebab
pertama itulah sebab 3). Kerapian alam tak mungkin terjadi tanpa ada yang
merapikan (megaturkannya). Yang merapikan atau mengaturkan alam nyata itulah
Tuhan.
Bagian ketiga atau
bab tiga penulis memaparkan Filsuf Islam Al Farabi. Nama asli Al-Farabi yaitu
Abu Nasr Muhammad Al Farabi. Beliau adalah seorang muslim keturunan Parsi, yang
didirikan di kota Farab (Turkestan), anak Muhammad Ibn Auzalgh seorang panglima
perang Parsi dan kemudian berdiam di Damsyik. Al Farabi belajar di baghdad dan
Harran, kemudian ia pergi ke Suria dan Mesir.
Filsafat Al-Farabi
sebenarnya merupakan campuran antara Filsafat Aristoteles dan Neo Platonisme
dengan pemikiran keislaman yang jelas dengan corak aliran Syi’ah Imamiah.
Misalnya dalam soal mantik dan filsafat fisika ia mengikuti Aristoteles, dalam
soal Etika dan politik ia mengikuti Plato, dan dalam metafisika ia mengikuti
Plotinus. Selain itu dalam buku ini penulis juga memaparkan bahwa Al-Farabi
seorang filosof sinkretisme (pemaduan) yang percaya akan kesatuan ( ketunggalan
) filsafat.
Dalam bab empat
penulis memaparkan Ibnu Sina dengan pemikirannya tentang metafisika, hukum
sebab musabab, Tuhan maha pengatur dan maha tahu, dan pandangan tentang akal. Pada
bab ini penulis lebih menonjolkan pemikiran Ibnu Sina tentang ketuhanan.
Selanjutnya pada
bab lima membahas tentang Ar-Razi. Di sini penulis membahas pemikiran Ar-Razi
tentang metafisika. Ar-Razi menguraikan metafisiska dalam bukunya yang berjudul
Ilmu Ketuhanan. Namun buku tersebut sudah tidak ada lagi saat ini yang ada
hanya sangkalan-sangkalan dari beberapa paragraf buku tersebut yang dikumpulkan
oleh Kraus. Dalam pemikiran Ar-Razi ini muncul problem-problem yakni
penjiplakan dari Filsafat Yunani Kuno. Yang isinya yakni lima prinsip kekal,
dan kelima prinsip itu adalah tentang Tuhan, jiwa universal, materi pertama,
yang absolut, dan waktu yang absolut.
Bab selanjutnya
membahas Filsuf Islam yang bernama Al-Ghazali. Al-Ghazali adalah tokoh terbesar
dalam sejarah reaksi Islam Neo-Platonisme. Al-Ghazali seorang ahli hukum,
teolog, filosofis, dan sufi. Al-Ghazali
dalam pandangan ahmad hanafi dalam bukunya “Pengantar Filsafat Islam”,
bukan termasuk sebagai filosuf karena ia menentang bahkan memerangi filsafat.
Akan tetapi al-Ghazali telah mempelajari filsafat sedemikian rupa hingga dapat
mengkritik para filosuf muslim dari segi pemikiran filsafat metafisika. Mungkin
hal inilah yang menyebabkan al-Ghazali dimasukkan dalam pembahasan filosuf
Islam.
Bab tujuh membahas
tokoh filsuf Islam bernama Ibnu Bajjah. Ibnu Bajjah adalah Abu Bakar Muhammad
bin Yahya, yang terkenal dengan sebutan Ibnus-Shaigh atau Ibnu Bajjah.
Orang-orang Eropa pada abad-abad pertengahan menamai Ibnu Bajjah dengan
“Avempace”. Sebagaimana mereka menyebut nama-nama Ibnu Sina, Ibnu Gabreal, Ibnu
Thufail dan Ibnu Rusyd, masing-masing dengan Avicenna, Avicebron, Abubacer, dan
Averroes.
Ibnu Bajjah
menentang pandangan Al-Ghazali mengenal filsafat, akan tetapi banyak
mengomentari filsafat Aristoteles. Ibnu Bajjah berhasil memberi corak baru
filsafat Islam di Barat terutama mengenai teori Ma’rifat dalam efitologi. Dalam
hal ini pandangannya berbeda sama sekali dengan Al-Ghazali.
Bab delapan membahas
Tokoh Ibnu Thufail. Ibnu Thufail terkenal dengan filosof muslim yang gemar
menuagkan pemikiran filsafatnya melalui kisah-kisah yang ajaib dan penuh dengan
kebenaran. Ia adalah Abu Bakar Muhammad Bin Abdul Malik Bin Thufail, dilahirkan
di Wadi Asy dekat Granada, pada tahun 506H/1110M kegiatan ilmiahnya meliputi
kedokteran, kesusatraan matematika dan filsafat.
Pemikiran filsafat
menurut Ibnu Thufail, ia berpendapat bahwa akal dapat membimbing manusia dari
alam kegelapan setingkat demi setingkat menuju kepada cahaya kebenaran secara
hakiki. Pemikiran Ibnu Thufail ini sejalan dengan filosof pada umumnya,
termasuk Ibnu Bajjah. Akan tetapi Ibnu Thufail tidak sejalan dengan Al-Ghazali
yang memandang Tasawuf dapat menuntun manusia untuk mencapai kebenaran yang
hakiki.
Bab sembilan,
tokoh yang dibahas dalam bab ini adalah Ibnu Maskawaih. Nama lengkapnya adalah
Abu Ali Al-Khozim Ahmad Ibn Muhammad Bin Ya’kub Bin Maskawaih, atau ada yang
menyebut ibnu Maskawaih atau Miskawaih.
Pemikiran
Maskawaih tentang Tuhan, ia berpendapat bahwa membuktikan kebenaran Tuhan itu
mudah, karena kebenaran tentang adanya Tuhan telah terbukti dengan dirinya
sendiri dengan amat jelas. Walaupun Maskawaih menetapkan bahwa alam di ciptakan
Tuhan dari tiada, tetapi ia pun menganut teori emanasi dari Neo Platonisme,
namun penerapannya berbeda dengan Al-Farabi dan Ibnu Sina.
Bab ke sepuluh ini
membahas tentang tokoh Ibnu Rusyd (520-595 H
/ 1126-1198 M). Ia berasal dari kalangan keluarga besar yang terkenal dengan
keutamaan dan mempunyai kedudukan tinggi di Anadalusia (Spanyol). Ayahnya
adalah seorang hakim, dan neneknya yang terkenal dengan sebutan Ibnu Rusyd
Nenek (al Jadd) adalah kepala hakim cordova.
Corak pemikiran
Filsafat Ibnu Rusyd yang terkenal di Eropa dengan sebutan Averroism
berpangkalan kepada pikiran merdeka dan yang ditolak secara keras sekali oleh
dunia. Kristen Eropa, telah mempengaruhi seluruh Universitas Eropa untuk
berabad-abad lamanya, sehingga menimbulkan zaman Renaissance di benua Eropa.
Ibnu Rusyd terkenal sebagai “pengulas Aristoteles”. Ibnu Rusyd memandang
Aristoteles sebagai manusia sempurna dan ahli pikir terbesar yang telah
mencapai kebenaran yang tidak mungkin bercampur kesalahan. Ibnu Rusyd juga
termasuk seorang Filosof Islam yang mementingkan akal daripada perasaan.
Menurutnya persoalan agama harus dipecahkan dengan kekuatan akal.
Di dalam buku ini
juga megulas problem filsafat Ibnu Rusyd yang mana problem tersebut terdapat
lima problem 1). Pengetahuan Tuhan 2). Amal perbuatan 3). Keazalian Alam 4).
Gerakan yang Azali 5). Akal yang universal.
Tinjauan
metafisika menurut Ibnu Rusyd, dalam hal ini Ibnu Rusyd membahas tentang wujud
Tuhan, sifat-sifatnya dan hubungan Tuhan dengan alam. Ketiga hal tersebut
menjadi pokok pembahasan metafisika Ibnu Rusyd. Pembahasan Filsafat Ibnu Rusyd
sangat banyak dan luas sekali.
Kebenaran pembahasan filsafatnya tadi dapat dilihat dalam beberapa cabang
filsafat yang menjadi pemikirannya. Karena itulah pemikirannya banyak dikenal
dan dikagumi baik di luar maupun sesama filosof Islam.
Bab sebelas membahas tokoh Mohammad Iqbal. Mohammad Iqbal
dilahirkan di Sialkot, Punjab pada tanggal 9 nopember 1877 yang bertepatan
dengan tanggal 3 Dzul Qa’dah dan tahun Hijriyah 1294. Iqbal menyelesaikan
pendidikan dasr di Sialkot, Punjab. Kemudian melanjutkan sekolah ke Lahore.
Menurut Mohammad
Iqbal Than itu adalah iradah yang abadi (Eternal Will) dan keindahan
digolongkan menjadi salah satu sifat darinya, sifat yang melingkupi nilai seni
dan susila. Bukanlah keindahan Tuhan, tetapi kesatuan-Nya (Tauhid) yang utama.
Esensi kehidupan ialah semua pembentukan gairah dan cita-cita dan untuk
memelihara dirinya sendiri serta mewujudkan dirinya dilapangan yang kian luas,
maka kehidupannya memperoleh atau berkembang dari dirinya sendiri berupa alat,
seperti kecerdasan, kehlian, dan sebagainya yang banyak bantuannya
mengasimilasi kemanusiaan halangan yang terbesar bagi kehidupan ialah alam;
tetapi walaupun begitu, alam bukanlah suatu kejahatan; oleh sebab diberinya
kesempatan kepada kuasa-kuasa batin, kehidupan memperkembang dirinya sendiri
(Ego) sampai kepada kemerdekaan menghilangkan semua hambatan dan arah dan
dicapainya kemerdekaan sepenuh-penuhnya menghampiri ego yang paling merdeka-
Tuhan.
Pendapat Iqbal
tentang realitas yakni dalam mencari hakikat yang terdalam dari
kenyataan-kenyataan menurut Iqbal adalah kenyataan-kenyataan sebagai suatu
kegagalan. Yang dimaksud dengan kenyataan ini adalah berupa
“ Pribadi dan Zat”. Didalam pribadi Tuhan, terdapat ego Tuhan.
Menurut Iqbal ego Tuhan adalah ego terakhir (ultimate ego ) atau diri mutlak.
Pendapat nya tentang ego terakhir mempunyai kesamaan dengan pendapatnya
mengenai ego-ego lain. Ego yang lain tersebut, terdapat pada dunia kebendaan
(material) dan pula pada manusia.
Bab dua belas
membahas tentang aktualisasi pemikiran kefilsafatan dalam islam. Dalam bab ini
poin-poin yang dibahas adalah 1). Al-qur’an, mukjijat, dan kenabian. 2). Etika
dan kenegaraan. 3). Akidah dan tasawuf. 4). Agama dan filsafat.
Sedangkan di bab
terakhir penulis membahas tentang Ijtihad dalam kerangka pemikiran filsafat
Islam. Poin-poin yang dibahas adalah 1). Pengertian Ijtihad 2). Bidang kajian
Ijtihad 3). Ijtihad dewasa ini 4). Ijma 5). Qiyas 6). Takwil 7). Dalil.
C.
PENUTUP
Buku yang ditulis
oleh Sudarsono ini pada hakekatnya adalah filsafat Islam. Yang didalamnya
dijelaskan secara singkat dan padat mengenai pengertian, tokoh-tokoh Filsuf Islam dan ruang lingkup filsafat Islam. Hal
ini dimaksudkan hanya sebagai pengantar agar nantinya mudah memahami filsafat
Islam.
Menurut saya,
setelah membaca buku “Filsafat Islam” ini masih banyak kekurangan di dalam
penulisan. Misalnya saja, terdapat beberapa kata yang salah ketika penulisan,
tak hanya itu kekurangan buku ini juga tidak memiliki daftar pustaka. Hal ini
menyusahkan pembaca untuk mengetahui referensi yang konkrit tentang buku ini. Selain
itu, sistematika penulisan juga terlihat belum rapi antara penulisan bab dan
sub bab. Hal ini membuat bosan ketika membaca buku ini. Kendati demikian, buku
ini secara “isi” sudah dapat menggambarkan filsafat Islam secara menyeluruh. Walaupun
demikian secara keseluruhan buku ini sangat tepat bagi para pelajar yang ingin
meningkatkan wawasannya mengenai dunia filsafat, khususnya filsafat Islam.
Tidak hanya dimiliki oleh mahasiswa bidang filsafat saja, tetapi dapat dimiliki
mahasiswa lainnya karena sudah menjadi mata kuliah wajib di tiap jurusan
perguruan tinggi.
D.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, Ahmad. Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1996
Siddik, Abdullah. Islam dan Filsafat. Jakarta: Triputra
masa, 1998
Soleh, Khudori. Filsafat Islam dari klasik hingga kontemporer.
Jogjakarta: Ar- ruz Media, 2013